Ruang Film: Heretic, Ketika Iman Dipertanyakan

Paruh pertama #RuangFilm, Jaka dan Panji ngebahas soal persepsi mengenai nostalgia yang terkadang tidak sesuai ekspektasi. Saat mengkonsumsi produk dari era yang telah berlalu, tidak selamanya nostalgia berujung pada interaksi positif. Tak jarang malah sebaliknya. “Perasaan dulu nonton ini seru lah, kok ternyata garing ye sekarang?”. Bujang Dare juga pernah ngerasain hal yang sama gak? 

Lanjut! Minggu ini Jaka dan Panji nonton film produksi A24, yang bisa jadi merupakan salah satu penampilan terbaik dari Hugh Grant. Jauh, jauuh sekali dari typecasting peran yang selama ini kita asosiasikan dengannya. Film yang penuh dengan red herring dari awal, di saat kita mengira film ini tentang A, ternyata berbelok tajam membahas D. 
Dialog menjadi highlight di film. Seperti saat melihat karakter antagonis bertanya kepada misionaris muda dari Mormon apa pendapat mereka tentang poligami, ibarat santri ditanya pendapat mereka tentang haram atau tidak merokok. Ya, Heretic bermakna bid’ah. Keyakinan dan iman menjadi tema sentral film ini. 

Bagian akhir film ini tidak terlalu mulus. Dan yakin akan banyak yang berharap sutradara dan penulis naskah mengambil arah yang lebih konvensional, “aman” untuk mengakhiri film ini. Tapi, sepertinya mereka ingin penonton berkutat dengan rasionalisasi keputusan yang diambil karakter di film ini. Dan mereka berhasil. 

Rating

Our reaction: πŸ˜πŸ€«πŸ«£πŸ˜ΆπŸ˜²πŸ˜±πŸ€”

“Dari Skenario Ke Stereo, #RuangFilm di Volare Radio.”