Ariono Arifin
Selama Ramadan, Masjid IMAAM Center menawarkan berbagai program untuk memperdalam iman dan memperkuat ibadah jemaah. Salah satunya adalah Belajar Baca Qur’an (BBQ). Program ini diminati Diaspora Muslim Indonesia dari berbagai kalangan, termasuk kelompok usia lanjut, yang disebut senior.
Salah seorang senior yang antusias mengikuti program BBQ tersebut adalah Anie Turchi. Sejak kecil, Anie sudah belajar membaca Al-Qur’an. Namun, guru yoga yang sudah bermukim di Amerika lebih dari 40 tahun ingin lebih dalam mempelajari kitab suci tersebut.
“Saya itu kepingin belajar baca Quran yang tajwidnya bagus, kemudian gurunya/sumbernya bagus. Disamping itu, saya tuh punya goal kalo umroh kepingin baca Al-Quran yang baik dan benar di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram di Mekkah gitu kan, Alhamdulillah,” jelasnya.
Keinginannya terlaksana setelah di tengah pandemi semua kegiatan berubah menjadi daring, termasuk kelas yoga dan kelas baca Qur’an di IMAAM Center. Anie langsung mendaftarkan diri untuk mengikuti program BBQ. Setelah beberapa kali menjalani, ia mengungkapkan, “IMAAM itu, program BBQ / baca Qur’an itu pedomannya bagus sekali kalau menurut saya, jadi panduan ilmu tajwid aplikatifnya itu bagus sekali. Kemudian gurunya juga kita dapat memilih mana yang cocok, karena biasanya apabila gurunya tidak cocok, maka tidak akan ada ‘connection’ antara guru dan murid. Jadi saya bisa pilih mana nih kira-kira yang cocok untuk saya yang umurnya sudah 70-an, orangnya yang sabar, yang penuh ‘knowledge’ juga baik hati.”
Pilihan Anie jatuh pada Fitri Hayati, guru atau mentor yang membimbingnya dalam kelas belajar baca Qur’an di IMAAM. Fitri sendiri meyakini bahwa dalam Islam, sebaik-baik manusia adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya. Iapun merasa selayaknya ia memberi setelah ia menerima, karena Fitri juga mendapatkan ilmu Al-Qur’an itu dari program tersebut, jadi ia lanjut mengajar guna menurunkan ilmunya sebagai tanda terima kasih. Melalui VOA, Fitri berpesan untuk siswa yang dibimbingnya.
“Terutama untuk para senior, kita tahu bahwa membaca Al-Qur’an dengan tartil atau sesuai dengan kaidah bacaan dalam hukum tajwid, merupakan perintah Allah, SWT jadi tetaplah semangat sayapun pernah merasakannya ya, berada pada posisi mereka sebagai mentor dulu yang memang tidak mudah. Satu hal lagi yang penting, adalah tumbuhkan dalam diri bahwa saya pasti bisa, dengan semangat tinggi, fokus, kembali kepada tujuan awal untuk belajar, sehingga timbul semangat untuk mampu memahami materi,” pesannya.
Menurut Nur Kholis, penanggung jawab program BBQ di IMAAM Center, ada beberapa hal yang ingin dicapai IMAAM dalam program Ramadan. Pertama, membiasakan jemaah berinteraksi dengan Al-Qur’an. Kedua, menumbuhkan semangat kontribusi atau volunteer.
“Kemudian, ketika kita sudah biasa tilawah, diharapkan sekali teman-teman tilawahnya juga di rumah, sehingga menjadikan contoh kepada semua anggota keluarga, dari ayah, istri, anak, sehingga menjadikan Al-Qur’an teman kita sehari-hari,” jelasny Nur Kholis.
Anggota Dewan Penasihat IMAAM dan bertugas mengawasi program BBQ, Ian Badawi, menjelaskan bahwa tujuan BBQ adalah sebagai platform latihan yang lebih intensif karena diadakan setiap hari selama Ramadan. Peserta BBQ, kata Ian, ada berbagai kelompok usia, mencakup kelompok senior, di atas usia 65 tahun.
“Program BBQ sebenarnya diadakan berkelanjutan sepanjang tahun. Mereka membaca Qur’an, lalu ada revisinya, diperhatikan, dikoreksi cara bacanya, tajwidnya dan sebagainya. Jadi, Ramadan ini lebih ke, mungkin semacam praktik dari apa yang sudah dipelajari selama satu tahun. Jadi khusus dalam BBQ Ramadan itu tidak dilakukan koreksi atau kajian yang mendetil, tentang teknis2 membaca Qur’an. Nah, program yang berkelanjutan di luar Ramadan itu, itu yang lebih berjenjang, jadi memang sudah ada kurikulumnya yang lebih detil, dari awal sampai akhir, itu Insha Allah ada, dan itu sudah berjalan dan Insha Allah akan terus berjalan,” komentarnya.
Menanggapi banyaknya peminat program BBQ, terutama dari kalangan senior, asisten imam di IMAAM Center, Ustaz Fawwaz Nailul Amani, mengatakan bahwa tidak ada kata “terlambat untuk belajar” apapun.
“Menuntut ilmu itu dari kita lahir hingga kita wafat, kata Nabi. Jadi, tidak ada kata terlambat untuk belajar Al-Qur’an. Jadi kalau saat ini kita masih belum sempurna untuk membaca Qur’an, maka harus terus belajar, mau berapapun usianya yang penting belajar. Kalau sekiranya kita wafat sedang kita masih belum sempurna membaca Qur’an, tapi kita sedang dalam proses belajar Qur’an, Insha Allah, pahala kita akan dicatat dan Allah akan gugurkan kewajibannya dengan izin Allah,” jelas Ustaz Fawwaz Nailul Amani.
Pesan itu dijalankan Anie Turchi. Namun, ia mengakui, tantangan terbesarnya dalam belajar baca Qur’an pada usia kepala tujuh, adalah rasa percaya diri.
“Mungkin semua orang juga punya perasaan bahwa kita kurang mampu, gitu kan ya? Suka malu ah, kurang mampu kalau baca Qur’an ada orang lain. Mungkin orang lain nanti akan ngetawain atau apa gitu. Nah, itu tantangan yang terbesar pertama kali karena yang belajar itu jauh lebih muda dari saya,” jelas Anie Turchi.
Walau demikian, Anie, dan senior lain peserta BBQ, berpegang pada mantra: “Tidak ada kata terlalu tua untuk belajar baca Qur’an.” [aa/ka]