Utami Hussin
Presiden AS Joe Biden mengumumkan pengampunan utang biaya kuliah antara $10 ribu hingga $20 ribu, tergantung pada penghasilan peminjam maupun jenis pinjaman yang diambilnya. Reaksi pro dan kontra muncul sehubungan dengan kebijakan pengampunan tersebut. Bagaimana tanggapan diaspora Indonesia?
WASHINGTON, DC (VOA) — Sekar Novika adalah seorang resident physician, dokter yang sedang mengambil pendidikan spesialis untuk program emergency medical di Duke University Hospital, North Carolina. Di AS, pendidikan kedokteran selama empat tahun baru bisa ditempuh setelah menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana selama empat tahun. Para dokter kemudian dapat melanjutkan pendidikan spesialis selama beberapa tahun lagi.
Uang kuliah pendidikan kedokteran, kata Sekar, bisa mencapai $60 ribu per tahun di perguruan tinggi swasta. Itu saja belum mencakup biaya hidup, asrama dan keperluan lainnya.
“Jadi, ketika saya mendengar tentang program pengampunan utang, saya sangat gembira,” ungkapnya.
Presiden Joe Biden pada 24 Agustus lalu mengumumkan akan memberi pengampunan utang biaya pendidikan (student loan) bagi sekitar 43 juta peminjam dari lembaga keuangan pemerintah.
Berdasarkan program itu, peminjam dengan penghasilan hingga $125 ribu atau keluarga dengan penghasilan hingga $250 ribu per tahun, akan mendapat pengampunan $10 ribu, dan tambahan pengampunan $10 ribu lagi ditujukan bagi penerima bantuan pendidikan Pell Grant.
Meskipun hanya akan menerima pengampunan $10 ribu dolar, Sekar menganggapnya sangat berarti. Untuk membiayai pendidikannya di tingkat sarjana yang dapat ditempuhnya selama tiga tahun, ia mengambil student loan sekitar $5.000 dan untuk sekolah kedokteran, ia meminjam sekitar $200 ribu.
Kegembiraan serupa diungkapkan oleh Cedar Imani. Baru lulus sebagai sarjana ekonomi Desember lalu, ia kini bekerja magang sebagai analis akuntansi dengan penghasilan tahunan sekitar $40 ribu.
“Bahagia, soalnya kan loan-ku $11 ribu, kalau di-take out $10 ribu, tinggal seribu dolar. Ya bahagia banget, excited,” ungkap Cedar.
Bantuan keuangan yang diterima Cedar sewaktu mengawali pendidikan ekonominya di community college, perguruan tinggi dua tahun, mencukupi tagihan biaya kuliah. Tetapi begitu melanjutkan pendidikan 5 semester di George Mason University, Virginia, bantuan keuangan di universitas negeri itu tidak mencukupi. Mau tak mau ia mengambil student loan.
Naftaly Sitompul juga mengambil student loan sekitar $31 ribu sewaktu kuliah program S1 selama 4,5 tahun di University of Florida di Gainesville. Penghasilannya sebagai kontraktor penerjemah tidak membuat lulusan tahun 2020 ini termasuk target program forgiveness itu. Naftaly tidak menyatakan menentang program ini.
Ia hanya mengingatkan bahwa, “..yang diuntungkan adalah universitas-universitas penyedia edukasi ini. karena merekalah yang dari awal mereka mencharge begitu tinggi untuk pendidikan.”
Ia mengatakan, ketika hendak meminjam, banyak yang tidak memperhitungkan apakah pekerjaan setelah lulus kuliah akan membuat mereka mampu melunasinya.
Adapun yang paling dirugikan adalah kelas menengah seperti dirinya.
Naftaly mengambil contoh profesi dokter atau pengacara yang menurutnya memiliki masa depan cerah. Mereka yang sedang meniti karier di bidang tersebut tidak akan menerima penghasilan sebanyak ketika sudah sukses menjalankan profesi mereka. Jadi masyarakat kelas menengahlah yang akhirnya turut menyubsidi pendidikan para calon dokter atau pengacara itu.
Program pengampunan Biden memang menuai dukungan dan tentangan, antara lain karena khawatir ini hanya akan memperkaya mereka yang bakal kaya. Begitu pula pertanyaan mengenai masalah keadilannya bagi mereka yang telah membayar lunas.
Cedar berpendapat, “Sebetulnya unfair bagi mereka yang sudah melunasinya. Tetapi orang kan tahu pada waktu mengambil loan, mereka sudah tahu sudah harus melunasinya. Mereka seharusnya sudah tahu kalau itu responsibility mereka.”
Inilah prinsip yang dipegang oleh Naftaly.
Sementara itu Sekar mengemukakan, yang terpenting sekarang adalah membantu peminjam untuk melunasi utang.
“Saya pikir tidak fair kalau orang-orang mengatakan ‘oh, akhirnya kalian akan menghasilkan banyak uang dan kalian tentunya dapat melunasinya.’ Karena pada titik kehidupan saya sekarang ini, saya berjuang untuk membayar utang meskipun saya telah menjadi seorang dokter. Ini karena kami tidak dibayar dengan cukup baik. Jadi menurut saya penting sekali bagi para dokter untuk dapat menerima pengampunan ini, terutama pada tahap kehidupan kami seperti sekarang ini,” tukasnya.
Mengambil contoh dirinya, Sekar mengatakan, selama pendidikan spesialis, ia berpenghasilan hanya sekitar $60 ribu per tahun dan masa residensi bisa berlangsung tiga hingga enam tahun. Dengan utang sebanyak yang ia ambil, sukar baginya untuk segera melunasi utang.
Pelunasan dalam jangka panjang, bukanlah karena peminjam tidak disiplin mencicilnya, kata Sekar. Tetapi sebagaimana juga rekan-rekannya, sekarang ini ia harus berjuang mengalokasikan uang untuk berbagai hal lainnya, termasuk berkeluarga dan membeli rumah.
Berdasarkan data yang dikeluarkan educationdata.org Maret lalu, peminjam rata-rata melunasi student loan dalam 20 tahun. Para pakar keuangan dan pemerintah federal menyatakan 10 tahun adalah jangka waktu ideal untuk melunasi utang tersebut.
Sekar berencana melunasi utangnya dalam waktu 10 tahun. Sementara itu, Cedar sudah menargetkan waktu 2 tahun untuk melunasi student loan-nya. Ia bahkan sudah mulai mencicil utang meskipun belum wajib untuk melakukannya.
Selama masa pandemi ini, pemerintah AS memang menunda kewajiban pembayaran utang biaya pendidikan itu. Dalam pengumuman yang sama pada 24 Agustus lalu, Biden memperpanjang penundaan itu dari September menjadi Desember tahun ini.
Selain utang lunas berkat program forgiveness ini, apa yang bakal menggembirakan Cedar?
“Kalau misalnya tidak ada responsibility untuk pay loan, aku bakalan excited untuk sekolah lagi. Aku kan dari dulu ingin ambil PhD. Jadi aku berpikir untuk mengambilnya lebih cepat.”
Cedar berharap tidak perlu mengambil pinjaman lagi bila ia dapat diterima mengikuti program S3 tanpa melewati jenjang sebelumnya. Di AS memang tersedia program-program yang memberi kemudahan bagi mereka untuk itu, jelasnya.
Seperti halnya Naftali, Sekar dan Cedar berpendapat biaya pendidikan tinggi di AS mahal sekali. Pendidikan yang membutuhkan waktu lama, seperti untuk profesi ahli hukum atau kedokteran, hanya membuat utang semakin menumpuk, jelas Sekar.
Karena itu mereka beranggapan bahwa yang seharusnya lebih mendesak ditangani pemerintah AS adalah mengatasi biaya kuliah yang tinggi dan terus naik, bukan sekadar memberi pengampunan.
Departemen Pendidikan AS menyatakan program pendaftaran pengampunan utang akan dimulai bulan Oktober. Pemohon harus menuntaskan proses pendaftaran sebelum 15 November, untuk mulai menerima pengampunan paling awal tahun depan. [uh/vg/ab]