Hari Batik 2 Oktober lalu tidak saja dirayakan di Indonesia, tetapi juga di ibu kota Washington DC. Dalam satu pagelaran di Bank Dunia, ratusan staf badan itu antri untuk belajar membuat batik dan menikmati indahnya kain-kain batik kuno.
WASHINGTON, D.C. — Sebagai warisan leluhur dan kekayaan budaya, batik telah menjadi keseharian warga Indonesia. Pakaian batik misalnya tidak saja nyaman dikenakan sehari-hari, tetapi juga menjadi busana formal di istana kepresidenan, forum internasional hingga badan dunia.
Namun ketika banyak warga Indonesia ‘taken for granted’ atau merasa batik merupakan sesuatu yang biasa saja, tidak demikian dengan warga dunia. Hal ini tampak dalam perayaan Hari Batik di kantor pusat Bank Dunia, di Washington DC, Selasa lalu (3/10). Ratusan staf dan tamu badan bergengsi itu rela antri untuk sekadar belajar membatik.
Tanya Cabbins, seorang staf Bank Dunia yang berdarah India, sangat terpesona dengan proses pembuatan batik yang diikutinya. “Proses pembuatannya benar-benar keren! Saya tidak tahu kalau batik yang tadi saya lukis akan menjadi seperti ini. Maksud saya, proses menghilangkan lilin, membuat kain ini jadi berwarna dan sebagainya sangat luar biasa,” jelasnya.
Hal senada disampaikan Dianne Warner, seorang staf Bank Dunia yang berasal dari Jamaika dan rela antri untuk mendapatkan kain putih seukuran kertas kuarto yang terlebih dahulu harus dilukisnya dengan menggunakan canting.
“Saya suka warna-warna batik yang cerah, seperti yang dipamerkan ini. Jadi ketika saya diberitahu bahwa saya dapat membuat satu contoh untuk saya sendiri, saya ingin mengetahui prosesnya. Saya gembira berada di sini, diperkenalkan dengan kebudayaan Indonesia, terutama batik-nya,” komentarnya.
Tatiana Daza, staf Bank Dunia yang berasal dari Ekuador, dan baru pertama kali mengetahui keberadaan batik dan mencoba membuatnya, tidak dapat mengungkapkan kegembiraannya dengan kata-kata.
“Ini baru pertama kali saya melihat sesuatu seperti ini. Saya memang selalu bertanya-tanya bagaimana membuat desain pada kain indah ini. Kini saya tahu rahasianya dan saya sangat gembira… Saya senang berkesempatan mengetahui lebih jauh tentang Indonesia dan saya yakin banyak hal yang ditawarkan Indonesia,” sebutnya.
Ratna Cary, warga Indonesia yang membuka ruang belajar membatik, yang dipadati hingga sore hari mengatakan tidak menyangka apa yang diajarkannya menarik begitu banyak pengunjung.
“Kami bawa dari rumah kira-kira 500 lembar kain kecil yang siap dilukis batik, eh ternyata kurang. Jadi buru-buru harus menyiapkannya lagi. Kami buka stan sejak pukul 10 pagi, dan hingga sekarang tidak berhenti orang yang ingin belajar membatik,” jelasnya.
Acara Publik Pertama di Bank Dunia Pasca-COVID
Perayaan Hari Batik di Bank Dunia yang dihadiri lebih dari 300 tamu, termasuk para duta besar negara sahabat, tidak saja diisi dengan pameran batik dan kreasi lain, tetapi juga acara kesenian dan kuliner khas Indonesia. Ini merupakan acara pertama yang dilakukan secara terbuka di Bank Dunia pasca perebakan luas virus corona.
Kepala Urusan Eksternal di Kelompok Praktik Infrastruktur di Bank Dunia, Muhammad Al Arief, mengatakan, “Batik adalah cultural heritage UNESCO. Merayakan Hari Batik di gedung Bank Dunia ini sangat tepat mengingat di sini bekerja orang-orang dari 189 negara. Jadi seperti mini-UN. Selain batik, ada cultural performance. Acara ini juga untuk menggairahkan staf-staf yang berasal dari Indonesia.”
“World Bank mendukung acara ini karena organisasi ini sangat menghargai diversity (keragaman.red), termasuk cultural diversity (keragaman budaya.red). Ini inisiatif direktur eksekutif Indonesia dan stafnya, juga KBRI dan banyak pihak yang mendukung. Animonya luar biasa. Kami harap ini jadi momentum untuk tidak saja menceritakan tentang batik tetapi juga dinamisnya bangsa kita.”
Menkeu : Sebagian Besar dari 47.000 UKM Batik Dikelola Perempuan
Dalam sambutan yang disampaikan melalui video, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani mengingatkan bagaimana pemanfaatan batik secara masif telah ikut menggerakkan periuk nasi lebih dari 47.000 pengrajin dan pemilik usaha kecil dan menengah (UKM).
“Dan sebagian besar UKM ini dikelola kaum perempuan,” ujarnya seraya menambahkan “sehingga mendorong perkembangan UKM batik ini sekaligus berarti memberdayakan usaha kaum perempuan.”
Perayaan Hari Batik di Bank Dunia ini memang menghadirkan hasil kerajinan batik dari beberapa UKM yang dibantu pihak swasta, misalnya Bank Exim dan Bank Central Asia BCA. BCA sejak tahun 2021 telah membangun “Desa Wisata Kampung Batik Gemah Sumilir” di Pekalongan dan “Desa Wisata Pentingsari” di Yogyakarta, dan membantu pemberian latihan dan layanan, hingga teknik kepemimpinan dan pengelolaan anggaran.
Siap Dorong Kemajuan UKM
Diwawancarai VOA menjelang berakhirnya acara, Duta Besar Indonesia Untuk Amerika yang juga merangkap sebagai Wakil Menteri BUMN, Rosan Roeslani menyampaikan kesiapan pihaknya mendorong kemajuan UKM.
“Batik sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari… Oleh karena itu UKM batik yang ada harus terus didorong untuk maju, terlebih karena banyak sekali perempuan yang berkecimpung di sini. Ini adalah moment empowerment yang sangat powerfull yang harus kita dorong dan berdayakan,” jelasnya.
Data di Kementerian Perindustrian pada bulan Agustus lalu menunjukkan industri batik memiliki peran sangat penting untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional. Nilai ekspor batik dan produk batik antara bulan Januari hingga April 2023 ini saja mencapai US$26,7 juta. Nilai ini jauh lebih tinggi dibanding ekspor sepanjang tahun 2022 yang mencapai US$64,56 juta. Pemerintah menargetkan nilai ekspor batik dan produk batin tahun ini akan melesat menjadi sedikitnya US$100 juta.
Indonesia telah menetapkan empat “Indikasi Geografis Batik,” yang merupakan bentuk perlindungan terhadap kekayaan intelektual, atau motif batik yang menjadi ciri khas suatu daerah. Keempat indikasi geografis itu adalah Batik Tulis Nitik Yogyakarta, Batik Besurek di Bengkulu, Sarung Batik Pekalongan dan Batik Tulis Complongan di Indramayu. [em/mis/jm]