Ariono Arifin
Dengan pandemi COVID-19 semakin terkendali di AS, makin berkurang pula kebutuhan warga untuk layanan pesan antar. Situasi ini baik bagi kesehatan masyarakat namun tidak bagi pekerja layanan antar makanan dan belanjaan. Diaspora Indonesia di AS yang berbisnis layan antar menuturkan pengalaman mereka.
VOA — Pandemi COVID-19 memang belum sepenuhnya pergi. Namun, seiring turunnya angka penularan, sementara angka vaksinasi dan booster untuk penyakit tersebut terus meningkat, masyarakat semakin percaya diri untuk kembali beraktivitas bagaikan sebelum terjadinya pandemi.
Situasi ini berdampak pada kebutuhan masyarakat akan layanan pesan-antar makanan dan belanjaan. Ketika pandemi merebak pada tahun 2020, layanan tersebut menjadi ‘penyelamat’ bagi mereka yang tidak dapat keluar rumah karena alasan kesehatan dan keselamatan. Sebaliknya bagi Sadiah Balfas alias Ziah, penyedia jasa layan antar makanan dan belanjaan untuk DoorDash dan Instacart, itulah masa panen tips.
“Mereka bisa ngasih kayak ‘orang gila’ deh ibaratnya. Kalau untuk makanan, (tips) bisa sampai $25-$30. Kalau untuk grocery, bisa sampai $70 until like $200 per order. Gue bisa kerja cuma beberapa jam, tiga atau dua jam at least, bisa mendapatkan sampai $400 sehari,” kata Ziah.
Pengalaman serupa diungkapkan Teguh Aulistian yang menjual jasa layanan antar belanjaan Instacart untuk mengisi waktu luang seusai pekerjaan utamanya di kantor jasa pengiriman.
“Hampir 60 persen mereka memberi extra tips untuk mengapresiasi para pekerja delivery atas pelayanan yang diberikan kepada customer di masa pandemi yang sangat menakutkan. Pada saat itu sih memang penghasilan lebih gila yah, lebih gede lah, karena memang hampir semua orang stay di rumah dan gak berani keluar, jadi mereka mau gak mau menggunakan jasa pelayanan delivery ini,” ujar Teguh.
Ismet Chalid menyediakan jasa layanan untuk Amazon Flex setiap akhir pekan guna menambah penghasilannya sebagai pegawai kantor kedutaan. Namun, pekerjaan sampingan itu justru menjadi penyelamatnya ketika kantornya tutup karena pandemi.
“Waktu pandemi itu sebenarnya itu masa-masa saya bikin uang, gitu lho. Justru income saya itu bertambah, lumayan signifikan!,” tutur Ismet.
Dua tahun setelah pandemi, Ziah yang sudah 16 tahun menetap di Amerika mengatakan keadaan kini jauh berbeda. Pelanggan, kata ibu dari lima anak ini, memberi tips sekadarnya.
“Sekarang ini, bisa-bisa yaah cuma $150 atau $200 deh. Untuk orderan grocery kebanyakan mereka ngasih lebih karena kita mesti milih, mesti belanja dan nganterin. Dan itu orderannya berat, gak seperti makanan yang enteng-enteng,” kata Ziah.
Sedangkan Ismet mengatakan seiring terkendalinya pandemi, kebutuhan jasa layan antar mulai berkurang. ” (Ini) karena orang sudah boleh keluar, sudah belanja. Dan sekarang sudah normal, ya. Sangat dikit sekali untuk Amazon delivery grocery tapi sometimes kita bisa dapet, tapi itu jarang karena orang sudah mulai keluar belanja. Sudah bebas. Ya, otomatis penghasilan ekstra saya berkurang.”
Bagaimana pun, para penjual jasa layan antar ini merasa lega pandemi mereda. Penghasilan mereka semasa pandemi memang besar tetapi pengeluaran mereka pun besar untuk menjaga diri agar tidak tertular, seperti disampaikan Teguh.
“Yang jelas di masa pandemi pengeluaran kita bertambah untuk beli masker dan hand sanitizer yang pada saat itu, harga kedua benda ini, sangat gila. Mahal banget. Alhamdulillah saat ini mungkin udah longgar banget ya. Sekarang kita boleh menggunakan masker atau tidak, nggak apa-apa selama kita sudah divaksin full,” imbuh Teguh.
Pengalaman Unik Saat Menjalani Layanan Pesan Antar
Sahisnu Sadarpo juga mengerjakan layanan pesan-antar untuk DoorDash dan Instacart saat kehilangan pekerjaannya sebagai juru masak di tengah pandemi. Kini, sama seperti Ismet, ia juga bekerja pada sebuah kantor kedutaan, namun ia tetap melakukan delivery pada akhir pekan untuk menambah penghasilan. Selain jumlah uang yang besar di tengah pandemi, iapun sempat merasakan pengalaman unik saat melakukan delivery.
Seorang ibu yang anaknya sedang mengerjakan tugas prakarya untuk sekolah, meminta tolong Nunu, demikian panggilan akrab Sahisnu, untuk membantu membeli peralatan prakarya tanpa harus melalui aplikasi, iapun melakukanya. Alhasil Nunu jadi berteman dengan anaknya sampai saat ini.
Sementara pengalaman unik yang tak kalah menarik, juga dirasakan oleh Ismet saat mengantar paket di tengah pandemi.
“Waktu pandemi itu kalo kita nganter delivery biasanya di depan pintu mereka itu dikasih snack atau minuman soft drink, air botol, dan mereka kasih tanda ucapan ‘Thank You’ untuk delivery belanjaan mereka. Dan mereka sangat appreciate gitu pada waktu pandemi karena mereka gak bisa keluar dari rumah, dan kita bawain belanjaan mereka, kita anter gitu, jadi di sebagian besar rumah-rumah itu mereka sediakan minuman, snack, candy, makanan kecil, crackers atau cookies,” kata Ismet.
Walaupun penghasilan jauh berkurang, para penjual jasa layan antar ini mengatakan akan tetap melakukan pekerjaan tersebut. Ziah menyukai fleksibilitas pekerjaan ini dan bisa disesuaikan dengan kesibukannya sehari-hari dalam mengurus keluarga. Bagi Sahisnu Sadarpo, pekerjaan ini adalah penyelamatnya ketika ia kehilangan pekerjaan sebagai juru masak di tengah pandemi. Sedangkan bagi Ismet dan Teguh, pekerjaan ini adalah peluang penghasilan tambahan pada akhir pekan. [aa/ka]