SETELAH tujuh tahun, kuartet rock asal Bandung, The Sigit, merilis karya baru pada akhir Juli silam. Another Day, menjadi lagu tunggal pembuka sebelum album penuh dirilis. Detourn (2013) yang berisi 11 trek menjadi album penuh terakhir yang digarap grup band yang digawangi Rekti Yoewono, Farri Icksan, Adit Bagja, dan Acil Armando. Saat itu, album tersebut juga dinobatkan sebagai jajaran album terbaik pada 2013versi majalah Rolling Stone Indonesia. Album kedua tersebut berjarak sekitar tujuh tahun dari album penuh debut mereka, Visible Idea of Perfection. Another Day dibuka dengan alunan musik yang cukup lembut, petikan gitar bernuansa ala musik Timur Tengah. Namun, itu hanya bertahan sekitar 30 detik, yang diteruskan secara kontras oleh riff gitar dan gebukan drum yang membenamkan gitar lembut pada awal. Sama seperti lagu-lagu lainnya, Another Day masih diramu Rekti dan Farri. Komposisi aransemen instrumen yang disertakan lebih padat. Bukan saja menarik dengan dibubuhkannya synthesizer secara tipis, trek ini juga menjadi menarik lewat hadirnya seksi brass. Sejak menit kedua akhir hingga tamat lagu, secara intens, instrumen tiup menjadi isian utamanya. Apabila kita sembari mendengarkannya dengan menonton video musik, pada seksi brass inilah secara efektif memberikan kekuatan visualnya.
“Secara internal band dan internal personal kami, belum menemukan kepuasan lagu yang sudah dibuat. Ini sebenarnya prosesnya dari 2015. Kalau saat itu sering ditanya dan kami menjawab bakal ada unsur dangdut dan lain-lain, itu masih dalam tahap proses internal masing-masing memastikan apa yang mau kita kerjakan,” papar sang vokalis, Rekti, dalam sesi Punggung Panggung Sounds From the Corner, (27/7). Rekti menyebutkan, dalam proses itu mereka menemukan beberapa tembok untuk mewujudkan kemauan dan keinginan tiap-tiap personel. Misalnya, ketika memutuskan synthesizer, butuh perjuangan lagi untuk mengulik instrumen.
“Prosesnya sudah dari awal tahun, tetapi karena ada pandemi, jadi belum bisa lanjut. Apa yang ada di tanggal 31, itu, ya, yang sudah terekam. Proses berkarya dalam rilisan lanjutan sangat bertahap. Dari diri masing-masing, kami masih banyak ingin memasukkan unsur yang belum pernah kita lakukan sebelumnya. Jadi, harus belajar lagi.” Jika ada yang baru dalam pendekatan untuk album anyar The Sigit, bisa jadi ialah soal olah visual. Pada Another Day, logo The Sigit dibuat mendekati nuansa judul film Stanley Kubrick Clockwork Orange. Dengan visual yang didominasi warna indigo, dengan aksen beberapa tabung monitor dan gitar yang tergeletak di depan gua berjamur. Dalam video musik Another Day yang dirilis pada Selasa (4/8), muncul visual dengan nuansa-nuansa ala stoner rock. Pada album mendatang ini, Rekti menyebut unsur visual setiap karya akan berjalan beriringan dengan lagunya. “Kalau sebelumnya utilise semacam ini hadir setelah semua terekam dan siap rilis, kalau yang ini bersamaan paralel, selalu berbagi latar belakang berkaryanya, nada, dan lirik. Untuk olah sisi visual, dulu lebih ke sampul album saja. Di album sekarang visual harus sangat menjelaskan, bukan lagi representasi. Visual juga menjadi bagian utamanya dan buat gue pribadi visual tarafnya sama dengan lirik,” papar Rekti