BKSDA Kalbar dan IAR Indonesia Selamatkan Bayi Orangutan di Hulu Sungai

Unit Penyelamat Satwa Liar Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah 1 Ketapang bekerja sama dengan IAR (dibaca : iyar) Indonesia, kembali menyelamatkan satu individu orang utan peliharaan dari Dusun Ampon, Desa Krio Hulu, Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang, Sabtu kemarin.

Orang utan berjenis kelamin betina ini awalnya dipelihara secara illegal oleh seorang warga di Dusun Ensayang, Desa Karang Betong, Kecamatan Nanga Mahab, Kabupaten Sekadau.

Ketika ditemukan, orangutan yang diberi nama Covita ini mengalami cedera pada kaki kanannya.

Penyelamatan Covita dari pemeliharaan illegal ini dimulai ketika salah satu warga desa lainnya yang mengetahui persoalan satwa liar dilindungi mengetahui keberadaan orang utan ini dan meminta pemiliknya untuk menyerahkannya ke pihak berwenang.

Dari hasil pemeriksaan gigi oleh dokter hewan IAR Indonesia, dokter hewan Adisa, Covita diperkirakan berusia 2,5 tahun. Dia mengatakan ada tonjolan pada tulang paha kanannya. Kemungkinan besar ini adalah bekas cedera yang dialaminya dulu ketika ditemukan. Selain itu, Covita juga menderita penyakit kulit yang membuat sebagian kulitnya mengelupas dan rambutnya rontok di kedua kaki dan punggungnya.

Covita saat ini dibawa ke IAR Indonesia di Desa Sungai Awan, Kabupaten Ketapang yang memiliki fasilitas pusat rehabilitasi satwa, untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Covita akan dikarantina selama 8 minggu dan akan menjalani pemeriksaan secara detail oleh tim medis IAR Indonesia. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan Covita tidak membawa penyakit berbahaya yang bisa menular ke orang utan lainnya di pusat rehabilitasi IAR Indonesia.

Menurut Kepala Balai BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta, pemeliharaan illegal Tumbuhan dan Satwa Liar dapat memberikan dampak buruk bagi kedua belah pihak. Dari sisi satwanya dapat menyebabkan perubahan perilaku alami orangutan, dan di sisi lain dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan manusia di sekitarnya.

Di samping itu, DNA orangutan yang sangat mirip dengan manusia memungkinkannya menjadi perantara berpindahnya penyakit yang dibawanya kepada manusia. Begitu pula sebaliknya manusia dapat menularkan penyakit yang dibawanya kepada orangutan. Jika proses penularan ini berlangsung cepat maka tidak mustahil terjadi bencana kesehatan secara luas. Oleh karena itu menjaga jarak dengan satwa liar adalah hal yang baik bagi kedua belah pihak.